Thursday, February 19, 2015

CHAPTER 4 : Het Begin Van de Reis

“Katya, you haven’t told me why you are going to Amsterdam alone.” Kalimat Jansen langsung menohokku. Sorot matanya tidak jahil seperti saat pertama kita bertemu. Lebih lembut dan berhati-hati. “You really wanna know?” tanyaku disambut anggukan Jansen.
“There’s this man…”, Aku memulai.
“Aha! I knew it!”, Suara keras Jansen hampir membangunkan orang di sebelahnya.
“I’m not even finish talking!”, kataku sebal.
“OK sorry. And then?” Wajah Jansen yang usil dan tersenyum menang berubah menjadi ingin tahu.
“Ok.There’s this man. I have ..mm.. feelings for him.” Kataku ragu
“Maar (Tetapi)…?”
“Maar… well.. I never be able to tell if he likes me back, or like me at all. He always know exactly how to make me fond of him, but, he also  disappeared whenever he wants. I’m here, with this feeling for him, expecting something back, and he’s always capable of..you know..dissapearing! I mean, he always come and go and why …….are you looking at me like that?” Jansen memiliki senyum sinis pada wajahnya yang menurutku menjadi menyebalkan.
“Ok..Katya, how long are you waiting for this guy?”
“2 years.”
“2 years??!!” Jansen tertawa dan menggeleng.
“Don’t you wanna move on at some point? You know it’s not going anywhere, right? Or you just don’t know you have to move on?” Jansen menatapku gemas dan jengkel.
“I know!” selakku sebal. “I know, but, it’s not that simple.”
“Why are you waiting for him? OK wrong question, what are you waiting for?” selain menyebalkan, ia ternyata memiliki kemampuan untuk menyakitiku dengan kata-katanya yang tajam dan tepat sasaran.
Aku menelan ludah, mengerutkan dahiku sebal “ I don’t know. Maybe, if I stay long enough, he might realize that there is actually someone who stays.” Jawabku sekenanya.
Jansen mundur dan merebahkan badannya ke belakang. “Wow, I really don’t understand woman.”
“OK forget it!” kataku sebal.
Jansen mendengarnya dan kembali mencondongkan tubuhnya ke arahku.
“Katya, if someone likes you, or love you, they would have no reason AT ALL to not be with you.” Suara Jansen kembali melembut.
Darr.. Wajahku seperti tertampar. Aku tahu apa yang Jansen katakan benar. Dirikupun tahu itu. Tapi, sepertinya aku selalu tidak mau tahu. Selama ini ternyata aku hanya mau mendengar apa yang ingin aku dengar saja, bukan kenyataan sebenarnya.
“So you are going to Amsterdam to “run”?”, Jansen masih penasaran
“After my father re-married, and after all this time waiting for this man, I..…I feel lost. I don’t know what to believe anymore. I stop believe in love, that’s for sure. Look at my mom and dad! This is my first “run”. I never have any courage to go anywhere alone, let alone foreign country, but, I feel overwhelmed, you know? And all of this mess suddenly became my reasons to go alone, far from anything. I wanna left it all behind. I just.. I think I wanna run and forget everything that happened.”
Aku berkata-kata menatap kosong. Membayangkan kembali semuanya, bagaimana hancurnya hati Mama, saat pertama kali tahu bahwa ia bukan wanita satu-satunya dalam hidup Papa, saat Karina berkali-kali melarikan diri dan bahkan mencoba bunuh diri karena tidak tahan dengan suara teriakan satu sama lain antara Papa dan Mama waktu itu. Ditambah , saat itu hanya ada Diego. Satu-satunya orang yang bisa membuatku lebih kuat, walaupun ia tidak selalu ada. Mungkin juga, karena hanya Diego tempatku melarikan diri, mungkin itulah alasan mengapa aku tidak pernah bisa melepasnya. Dari dulu, aku bukan orang yang easy going. Teman-temanku selalu menganggap aku anak yang pendiam, dan terlalu sibuk dengan dunianya sendiri. Di saat semua orang asik berkumpul atau berjalan-jalan di mall, aku lebih suka menyendiri. Bukan berarti aku kutu buku atau tidak punya teman atau apa, tapi, aku lebih suka keheningan. Terkadang aku bisa duduk sendirian di coffee shop, hanya membawa buku novel tebal, earphone, dan aku bisa duduk berjam-jam larut dalam cerita yang ada di dalam novel. Aku pikir hanya itu satu-satunya cara untuk melupakan cerita hidupku sendiri.
Kenapa aku jadi curhat sama Jansen tentang masalah pribadi, ya?
Aku berdeham kecil. Jansen measih memandangku. Sepertinya ia tidak tahu harus berkata apa. Tangan Jansen meraih tanganku. Ia tidak berbicara apa-apa dan begitu juga aku. Ia hanya menggenggamnya lama. (to be continued)


*

Wednesday, February 18, 2015

Single and 30

Kehidupan Single Wanita 30

Tahukah kamu?
Bahagianya menjadi single di usiaku?

Setiap hari-hariku diisi dengan kerja 8 jam sehari. Ditambah 2 jam kemacetan saat berangkat dan pulang. Hari Sabtu aku gunakan untuk istirahat, berkencan dengan remote TV, daripada bergabung dengan kemacetan orang2 bermalam minggu.
Hari Minggu selalu rasa Senin. Dan saat Senin datang, semua berulang sampai Senin berikutnya. Aku bahagia. Aku punya "me time" . Duduk sendirian dalam comfort zone ku sendiri. Jauh dari keramaian. Hanya ditemani foto2 lama, dan buku2 tebal yg menumpuk, dan musik instrumental yg mengalun pelan. Foto2 yang menggambarkan wajah mudaku,wajah2 laki2 yg mengisi hari2ku dulu, wajah teman2ku yang penuh canda tawa dan belum tahu arah hidup mereka. Buku-buku yang berisi cerita2 karakter2nya. Cerita lain yang membuatku lupa akan cerita hidupku sendiri. Yang membawaku ke dalam imajinasi lain selain kenyataan hidup. Musik2 yang menenangkan hati, dan mencari lirik2 yang paling mendekati dengan situasi sekarang. Orang2 yg kuperhatikan hanyalah ibu, ayah dan adik. Karena aku berteman dengan anak2 20an yang memiliki dunia dan keasikannya sendiri, sedangkan teman2 seusiaku memiliki anak, suami, dan karir yang membawanya pergi jauh ke belahan dunia lain. Yang membuatku iri setengah mati. Membuatku ingin scroll down dengan cepat setiap aku melihat foto2 pernikahan, bayi, dan foto2 perjalanan orang2.
Setengah hatiku, aku bahagia. Sendirian. Tanpa tanggung jawab kepada siapapun. Tidak ada aturan. Tidak ada yang mengganggu. Melakukan semua hal yg aku suka. Aku bisa menulis,bermimpi, bahagia sendiri di ruang kecil bernama kamar. Larut dalam comfort zone ku sendiri. Atau, terkadang, duduk sendirian melihat orang berlalu lalang. Bertanya2 kemana tujuan mereka. Aku bahagia. Menjadi diriku sendiri. Tapi tahukah kamu, setengah hatiku lagi? Sepi.
Di antara kesibukan. Di antara keramaian. Di antara pengulangan yang monoton. Di antara cinta yang ada di sekitarku. Di antara kolam yang semakin mengecil. Senyumku tidak lagi bersinar. Usiaku tidak lagi muda. Dan waktu tidak akan pernah berjalan mundur ataupun berhenti.  Dan akupun terjebak di antaranya...

Sunday, February 8, 2015

I HATE VALENTINES DAY!


Remember this movie?

For years, 
Sorry , I meant for the past several years, I have never been single.
I've been with the wrong men in wrong relationship.
Full of stress. However, I have reasons to buy chocolate(s). Even on that particular day of 'Valentines Day' , I'd wish it would be more like the movie "Valentines Day"-the one with Ashton Kutcher in it. I wish our Jakarta is having more love themes, and flowers, and candies, and chocolates, and love , more love, more love...maybe it would be fun and festive. And this year, I would get a huge pink heart pinata to ruin. I could use some smacking, you know.
Not angry because I'm single this year, but I'm mad because most of my friends are not.
Felt really upset.





I don't wanna open my social media accounts for the past days, because I feel exhausted.
Saw friends showing that they are married, in love, and have this beautiful happy family.
Yes. This is jealousy what I've felt. Even inside my heart I might being OK with being single..but the pressure is too much!!!

Hmmphh!!

I would love some pinata and bat and single friends to ruin the pinata together and just have fun.

Now, where could I find some huge pink pinata?

Sunday, February 1, 2015

30th BIRTHDAY GIFT FROM MOM (FLIGHT SIMULATOR)- 29/02/2015


One thing I know about myself, is I love to explore things I don't know.
This year, I have an amazing birthday gift from Mom.

A flight simulation, as PILOT. Talking about PILOT, I remember DIEGO, the man in my novel. He is a pilot. (I love everything about planes since forever), and now I could experience how it's like to be a PILOT.

At first, they told me that I have only 45 minutes to enjoy this Flight Sim. But instead, they gave me 2 hours of fun!

I came around 12, my flight is at 1 PM. Came to the receptionist and I took my Boarding Pass. 


And then the instructure came and introduce himself, as Kemal (With his Pilot Suit and all) Ah uniforms! How a uniform could attract me...ahahah

After that, they put my name on the schedule board. I got Paris as destination. Cool huh?



I walk upstairs and  get inside the plane. Sitting there with my Mom and cousin.

First step, is to have a briefing with "MY" Co-Pilot, Kemal. He asked me where I wanna go as destinations. I have 2 airports to choose from thousands of airports (I have no idea we have thousands!)
I chose Schipol Airport (Amsterdam-Night Time) and Charles De Gaulle Airport (Paris-Day Time).

My mom and cousin also ask things about flight and airplanes about working as pilot. And not long after that, he ask me to join him to go to THE COCKPIT. Which is very cool!! Lot's of confusing buttons and 3D Screen.. Like on a real plane (Hmm..I think, I've never seen a real cockpit)
He asked me to put on a pilot jacket (blazer?), and put on my headset. I could hear him and he could hear me.


He asked me and smile, "Are we ready to take off, Capt.?"
I said," YEAH!!"


He showed me so many buttons, breaks, panels, screen, numbers..and I don't know if I could manage to have it all in my head, too excited...but atleast I know a little. I know what I don't know before about flying.

We tried to take off..and we are really moving! So cool!..but afterward, I have to keep it manually balanced... and I can't. Failed all the time. Hahaha. But I have my Co Pilot to help me.

When I switched to night time , I could see starry sky...and wondering how he must've seen it everyday when he work. How amazing to see such beauty. Subhanallah.


This is by far the coolest gift ever from Mom. From Dad, my Barbie House he gave gazillion years ago still my number 1. Love you Mom and Dad!!!!!!!!!!!!!

OK. What's next ? ;p

























































Thursday, January 29, 2015

A PERFECT WOMAN AND THE PRISCILLA AHN

Life as a 30 years old is no different as before, I kept doing regular things. Keep loving the same man. Keep spending times with all my beloved's.
Wallpaper desert, rocks, plants, drought, black and white
I have a great birthday week..

26th January 2015, Blowing candles and celebrate Bday with colleagues and family. My birthday gift are novels! I loveeee novels.

27th January 2015, Farewell Party in my office. Received a birthday gift, A Bunny Teapot.
28th January 2015, Received a birthday gift, and Owl Rattan Basket.
29th January 2015, Took a day off of work and enjoying my birthday gift from Mom, Flight Simulator. AWESOME!!! After that I have 2 free birthday treat from Sushi Tei and Munchies. YUMMY!
30th January 2015... I have no idea yet.


Being 30, what I really feel right now is worried.
Did I accomplish something? Do I still have the same dream?
Do I have the chance to to my dream?

But last thing I checked, I am a woman that can make things happen. Eventually. So..will keep on hoping.

My transition as 30 years old woman, symboled by a song from Priscilla Ahn-called City Lights. A Half Korean -American singer (The one I listened when I celebrate my Bday with my cousins)

I love her kind of song. Folky, Accoustic...and her voice...wow. Emotions are all over the place!!! Listened to Priscilla Ahn while reading Lang Leav!!! Aaa LOVE it!


She looks a lil bit like Phoebe Cates.

2 songs that caught my ears.."City Lights" and " I'll Be Here"


If you fall, if you fly It's so hard when you're trying to get back your heart Never lasts, it's broken but it's wise And one day you will rise And you'll learn to dry those eyes Cause you see what it's like To struggle in this life (to struggle in this life)
I'll be here for you (to struggle in this life) Any day you want me to, I'll be here for you Love will see us through Wherever you are, whatever you do, I'll be here



I gave this song for someone special. Dearest to my heart. Wishing him nothing but happiness.
Show him that I'm not gonna go anywhere... 
Loving him endlessly, eventhough this heart doesn't know anything..

Monday, January 26, 2015

MY 30th BIRTHDAY. 26TH JANUARY 2015



My Mom asked me if I'm ready being 30. (25th Jan 2015-10 PM)

I was in my balcony when I looked up and saw the sky. It is dark. But it is a good background for what I saw through my eyes that night. My 20's flashing back. Tried to remembered every fragments, every pieces, every important events, person, my graduation day, my road trip with my bestfriend, bikini day with my girls, everything.
I can't remember details. LIke I used to. I can't remember dates or what happened exactly that day.
However, I knew I've been through everything that made me learn my lesson, made me grew, made me who I am today.
I put on my earphone while waiting the time ticks, 8 minutes to 12 PM, and I listened to "My Way"-Frank Sinatra. Suddenly, I looked like this :
This is my whatsapp content to my Mom.
Hahahaha. Was I look like mess?


I am crying, not only because I am an emotional person, but also I am upset SOMEHOW, that I realized I am going to leave my youth behind. Time where I could do almost anything! Free! As young person. Whenever I did something wrong or reckless, I'm just gonna blame my age. ;p

However, when the clock turned midnight, I am calm. Thinking that I am now mature. A mature woman and everybody are getting through the same thing. But also I'm scared too much realizing 10 years are fast. Soon I'll be 40 and it is scary.

Like Joey in F.R.I.E.N.D.S. Sitcom, when him and the rest of the gang turned 30 said "Why God?"


When Rachel doesn't wanna come out from her room, When Monica drunk,when Phoebe realized that she skipped a year of her age, Ross bought the sportscar impulsively and Chandler..well..Joey did the crying while Chandler about to blow the candle.

In 10 years, I'll be 40.
What have I accomplished in my life so far?

After crying on balcony, I slept until morning, wishing that the next day is gonna be a great day, a great age, and I'm gonna be OK.

And ..... IT WAS!


Lots of Prayers for Me

Lots of My Face on Path & FB

Lots of Presents (Mostly Books-Novels)
Lots of Fun

Lots of Love
Love Self

Wishes I Believe Happening Anytime Soon...







Being 30 is not so bad afterall...



Thursday, January 22, 2015

CHAPTER 3 : "Verdwaald met U"

Silau...

Aku mencoba menyipitkan mataku, melihat sekelilingku. Kicauan burung-burung kecil di pagi hari yang bermain-main di depan jendela terdengar samar-samar. Salah satunya terantuk kaca jendelaku, mungkin dikiranya jendela itu terbuka karena terlalu mengkilap. Aku mencoba menggerakan badanku yang saat ini rasanya sakit semua.
Peristiwa semalam dengan Diego masih jelas dalam bayanganku. Rasa marahku, air mataku, dan ciumannya yang awalnya membuatku bahagia, tapi pada akhirnya semuanya tergantikan dengan rasa sakit, kecewa, dan marah yang lebih hebat. Sampai akhirnya, aku melepaskan pelukannya dan akhirnya lari meninggalkannya dalam hujan deras.
 Aku melihat kamarku, kelihatan lebih luas dalam terang matahari pagi. Sebenarnya aku sangat bingung. Aku tak bisa memutuskan apa yang harus kulakukan hari ini. Aku masih ingat tawaran Diego kemarin yang mengajakku bertemu. Tapi setelah semalam, Untuk apa lagi? Dan jika aku memutuskan akan bertemu dengannya,….Lalu apa? Sekali lagi aku benar-benar merasa dipermainkan dengan bodohnya!
Sedangkan, jika aku memang akan pergi mencari Jansen, aku benar-benar tidak tahu harus mulai darimana. 
Jansen.. 
Kenapa ya aku jadi kangen? Aku kangen sikap usilnya. Aku kangen ngobrol dengannya. Dimana ya, dia? Hmm..
Aku tersenyum kecil, mendadak aku sakit perut, jantungku deg-degan, feels like there's a butterfly in my stomache. Entah kenapa memikirkan Jansen aku langsung bersemangat. Masih ingat jelas permintaan Jansen kepadaku untuk mencarinya. Entah apa yang ia pikirkan. Bagiku tidak logis. Coba pikir, bagaimana cara kita bisa mencari seseorang, di jagat raya ini, tanpa ada alamat, hanya ada kartu pos-kartu pos tidak bertuliskan apa-apa namun hanya ada gambar-gambar tempat? Tunggu. 'Gambar-gambar tempat'?
Aku menyibakkan selimut yang masih menutupi ujung-ujung kakiku, beranjak ke kamar mandi dan menyiramkan mukaku dengan air dingin. Aku butuh berpikir!
Kukumpulkan kembali kartu-kartu pos dari Jansen, dan aku jejerkan semuanya dengan rapi. Ada 10 kartu. Tanpa urutan apapun aku menjejerkan bersisian gambar Jembatan Luzern di Swiss, Museum Louvre di Perancis, Brussels Grote Markt di Belgia, Oosterpark di dekat hotelku, Quais De Seine di Perancis, Volendam di Belanda, Menara Eiffel di Perancis, gambar rumah berjendela kecil dan penuh bunga di depan hamparan rumput hijau di Engelberg di Swiss, Kicir kecil di Leiden dan sebuah gambar kanal di dekatnya, dan yang terakhir potret wajah dari seorang Anne Frank dari Anne Frank Huis di daerah Jordaan. Maksudnya aku disuruh pergi ke tempat-tempat ini? Sebagian di antaranya kan keluar dari Belanda. Gila juga, nih, orang!
 Mendadak aku sakit perut lagi. Kali ini bukan karena rasa tertarikku kepada Jansen, tapi lebih kepada rasa cemas yang menghinggapiku karena tahu aku akan pergi ke tempat-tempat yang sama sekali belum pernah kusinggahi seumur hidupku.'Unknown Terittory', Jansen menyebutnya. Rasanya berlebihan sekali hanya karena aku akan bepergian dari satu tempat ke tempat lain sampai secemas ini, tapi mungkin juga karena aku tidak tahu apa yang akan kutemui sepanjang perjalananku nanti. Jika aku berani pergi.
Walaupun sakit perut, tapi juga sekaligus aku merasa tertarik dan tertantang. Jika aku bisa melakukan ini, bayangkan rasanya aku bisa melihat Eiffel! Bisa ke Swiss! Akhirnya aku bisa mengalahkan ketakutanku sendiri untuk pergi ke tempat yang baru. Sendirian. What it would be like? Dan, jika benar takdir itu ada, seperti kata Jansen, mungkin kita akan bertemu lagi. Aku akan bertemu Jansen lagi.Tapi, untuk saat ini aku masih menolak ide mengenai takdir, tentu saja. Karena there is no such thing! Kalau Jansen benar-benar ada di depanku, aku baru percaya!
Aku memijit-mijit dahiku, mencoba membuat daftar pro dan kontra di otakku, mencari-cari alasan mengapa aku harus dan tidak harus melakukannya. Menimbang-nimbang jika aku pergi atau tidak. Aku tidak harus pergi. Aku bisa tidak mencarinya. Aku bisa tinggal di Amsterdam saja sesuai rencanaku semula. Mungkin berjalan sendirian di sepanjang sisi kanal, mengunjungi museum-museum menarik yang penuh dengan cerita-cerita sejarah tentang negara Belanda, atau hanya menghabiskan waktu duduk-duduk sendirian di taman tanpa tujuan. Sendirian.Tanpa tujuan.Ya, aku bisa melakukannya.Untuk itu bukan, tujuanku pergi ke Belanda? Menikmati pelarianku.Tanpa tujuan.Tanpa keharusan.
Tapi…
Saat ini entah kenapa aku merasa memiliki alasan lain. Alasan yang mendorongku. Lebih kuat mengalahkan rencanaku berjalan-jalan tanpa tujuan sendirian, dengan banyak kemungkinan bisa bertemu Diego yang ingin kulupakan di Negara Kincir Angin ini. Saat ini aku benar-benar ingin pergi. Walaupun dengan keraguan besar dan dengan pikiran-pikiran buruk yang tiba-tiba berkumpul jadi satu di otakku. Aku ingin pergi. Aku tidak tahu alasannya. Apakah karena Jansen yang menarik perhatianku atau karena hanya sekedar pembuktian kepada diriku bahwa setidaknya untuk sekali saja dalam hidupku, aku berani melakukan sesuatu. 
Sepuluh menit menimbang-nimbang, akhirnya aku memutuskan untuk pergi.

*

Aku duduk di sebelah meja “Reserved for Bink”. Cahaya matahari masuk dari jendela dan aku bisa melihat birunya langit. Hari ini cukup cerah.
“Selamat pagi.” Jorijn menyapaku dalam bahasa Inggrisnya kali ini.
“Sarapan? Kami  punya banyak pilihan sarapan pagi. Ada sereal, buah-buahan, roti, daging, dan tentu saja banyak variasi kopi yang bisa kamu pilih dari mesin pembuat kopi.” Jorijn menunjukkan meja prasmanan yang kini tampak berwarna-warni dari kejauhan, dipenuhi makanan dan minuman yang menggugah selera. Aku tersenyum dan melihat sekelilingku. Hotel ini benar-benar sepi. Baru ada aku. Hanya ada aku.
Aku berjalan dan mengambil gelas, mengisinya dengan jus jeruk. Mengambil beberapa roti dan selai sebelum kembali ke meja.
Jorijn mendatangiku lagi. Melihat piringku yang hanya berisi dua lembar roti gandum dan secuil selai stroberi. “Kamu tidak lapar?” tanyanya.
Aku tertawa. “Ini piring pertamaku.” Kataku disambut tawa Jorijn. Karena kupikir aku butuh teman bicara, dan sepertinya ia juga tidak terlihat terlalu sibuk, akhirnya aku mengajaknya duduk bersamaku. Jorijn sangat cantik. Aku melihatnya dari dekat dan bisa melihat rambut pirangnya berkilau terkena cahaya matahari. Mata bulatnya menegaskan wajahnya yang berbentuk hati dan berlesung pipi. Ia cukup ramah, mengajakku berbicara, menanyakan apakah aku masih dalam kondisi jet-lag. Ia sepertinya kagum dengan kemampuan berbahasa Belandaku yang minim. Aku sendiri banyak bertanya mengenai Negara Tulip ini dan sedikit bercerita mengenai ketakutanku bepergian sendirian. Di tengah pembicaraan kami, Jorijn melirik ke tumpukan kartu pos yang kubawa sarapan.”Banyak sekali kartu pos-nya. Aku rasa kamu bukan orang yang takut bepergian jika kamu memiliki kartu pos sebanyak itu”, katanya seperti separuh ingin tahu.
Tanganku masih memegang potongan roti saat tangan satunya memegang kartu pos bergambar menara Eiffel. Aku menceritakan kepada Jorijn darimana asal kartu-kartu ini dan menceritakan kepadanya tentang Jansen dan pertemuan kami, tentang bagaimana Jansen akhirnya memintaku mencarinya tanpa petunjuk lain selain kartu-kartu yang ia tinggalkan.
“Kurang lebih seperti film itu, kamu tahu, yang dibintangi John Cusack. Film Serendipity?”
Tentu saja aku tahu film itu, saat Jansen mulai membawa-bawa masalah takdir, hanya itu film yang langsung kuingat. Aku mengangguk setuju. “Ya, mirip. Bedanya, di film itu John dan Kate menyerahkan semuanya kepada takdir dan media perantaranya hanya sebuah buku Cholera usang. Dalam kasusku, Jansen menginginkan aku mencarinya, dengan hanya meninggalkan kartu-kartu ini sebagai petunjuknya. Dan satu lagi, aku agak tidak percaya yang namanya takdir. “ Aku dapat merasakan Jorijn sangat tertarik dengan rencana pencarian Jansen yang akan kulakukan. Matanya membesar menjadi bersemangat. Ia mencondongkan tubuhnya,
“Bukankah itu menyenangkan? Bepergian ke tempat yang kamu tidak pernah kunjungi dan pada akhirnya untuk mencari cinta?” Tanya Jorijn antusias seolah-olah ia sedang memainkan permainan detektif.
Aku tersenyum ,”Bukan cinta, Jorijn. Jansen hanya seseorang yang aku temui di bandara. Sama sekali orang asing. Sebenarnya aku takut. Aku… ini kali pertamaku pergi sendirian ke negri orang. Aku saja belum memutuskan untuk benar-benar akan menjelajahi Belanda, apalagi pergi ke negara lain.”
Jorijn menatapku aneh, terpancar kebingungan di wajahnya “Aku tidak mengerti. Kamu toh bukan pergi ke penjara, atau tempat penyiksaan. Katya, kamu akan pergi ke Paris, ‘City of Lights’, ‘City of Love’.” Jorijn memainkan tangannya melakukan gerakan-gerakan yang menandakan sesuatu yang sangat menarik dan indah. “Kamu juga akan pergi ke Swiss. Yang aku dengar pemandangan di sana sangat cantik. Jadi, apa yang kamu takuti? Aku benar-benar tidak mengerti. Apa yang sebenarnya kamu takuti? Perjalanannya atau apa?”
Jorijn pasti berpikir aku aneh dan mungkin sedikit kekanak-kanakan. Apa sih yang sebenarnya aku takuti? Iya, ya. Apa?
Jorijn berkata lagi “ Seburuk-buruknya yang akan terjadi hanyalah kamu akan tersesat. Tapi, sekali lagi, bukankah kamu setidaknya akan tersesat di tempat-tempat yang indah? Menurutku hidup ini cukup singkat untuk diisi dengan ketakutan. Bukan begitu?”
Aku benar-benar tidak bisa berkata-kata. Aku merasa malu. Akhirnya aku mengangguk “ Aku tahu. Oleh karena itu, mungkin itu menjadi suatu alasan besar bagiku untuk memutuskan bahwa aku akan pergi.”
Jorijn menggeleng kecil dan tersenyum.Setelah kami terdiam sebentar, Jorijn berkata lagi, “Begini saja, aku akan menemanimu.” Aku cukup kaget dengan kata-katanya. “Ini bukan musim liburan, hotel ini benar-benar sepi.” Jorijn melihat sekeliling memperlihatkan wajahnya yang bosan. “Aku rasa, bos-ku tidak akan terlalu keberatan aku meninggalkan hotel ini beberapa hari. Aku bisa meminta jatah cutiku yang tidak pernah kuambil. Bagaimana menurutmu? Kalau kamu setuju…”
Aku tersenyum tidak percaya dan memotong kalimatnya” Tentu saja! Aku tidak keberatan, Jorijn!!”, kataku senang.

 *